MENINGKATKAN
KEMAMPUAN SPEAKING SISWA
DENGAN
‘MAFIA GAME’
BY:
MARSUDIONO,S.Pd
Bagi sebagian
besar siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), speaking merupakan kegiatan yang di
anggap paling sulit dalam belajar bahasa Inggris. Hal ini disebabkan oleh faktor
bahasa dan budaya. Secara Bahasa, penguasaan kosakata siswa masih rendah. Lado
(1963: 89) mengatakan, “untuk dapat berkomunikasi lisan setidaknya diperlukan
seribu kata.” Selain itu siswa masih dibebani oleh permasalahan tata bahasa
(grammar) dan pengucapan kata (pronunciation) yang berbeda antara tulisan dan
ucapannya.
Secara budaya siswa
kurang terbiasa menyampaikan pendapat secara spontan dan lemah dalam
berargumentasi. Dewi dalam Cahyono and Widiati (2011:37) berkata,
“ kemampuan berbicara bahasa Inggris adalah tugas yang sangat rumit. Tidak
semua siswa mempunyai keberanian berbicara. Banyak siswa merasa cemas dan
memilih diam.”
Untuk mengatasi permasalhan di atas, Citraningtyas dalam Cahyono and Widiati (2011:38) berpendapat, “ kelas yang pasif dapat dibuat lebih
hidup dengan memberi tugas yang memicu siswa berpikir kritis dan berpikir
kreatif. “
Terkait
dengan pendapat di atas, penulis mencoba menerapkan metode mengajar speaking dengan ‘Mafia game’. Game
ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang relawan dari Peace Corps Amerika,
Matthew Camilo Bunyi. Mafia game pada awalnya
diaplikasikan di kelas X SMAN I Sambit, Ponorogo, dan di luar dugaan
siswa sangat antusias dan kelas menjadi hidup. Dari pengamatan penulis hal ini
dikarenakan ketika siswa sudah terpancing emosinya maka ia akan berusaha untuk
dapat berbicara dengan kemampuan seadanya. Maka game ini merupakan metode yang
efektif untuk mengajarkan speaking karena siswa secara emosional akan
terprovokasi untuk menyampaikan argumentasinya sehingga mereka secara spontan
akan berkomentar. Kendala bahasa dapat diatasi karena dalam game ini siswa
dapat berkomunikasi dengan keterbatasan kosakata yang mereka miliki. Dalam
artikel ini penulis akan memaparkan bagaimana mafia game dapat meningkatkan
kemampuan speaking siswa.
Konsep
Mafia Game
Di http://id.wikipedia.org/wiki/Mafia dijelaskan bahwa, “mafia, juga dirujuk sebagai La Cosa Nostra (bahasa Italia: Hal Kami), adalah panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia dan Amerika Serikat. Mafia awalnya merupakan nama sebuah konfederasi yang orang-orang di Sisilia masuki pada Abad Pertengahan untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum sendiri (main hakim). Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir. Istilah "mafia" kini telah melebar hingga dapat merujuk kepada kelompok besar apapun yang melakukan kejahatan terorganisir.”
Mafia game pada dasarnya tak jauh
beda dari definisi di atas. Game ini sangat
cocok untuk kelas kecil maupun besar. Untuk mengaplikasikan mafia game diperlukan dua siswa sebagai mafia, satu siswa
sebagai polisi, satu siswa sebagai dokter dan lainnya sebagai penduduk desa. Dengan
demikian jumlah berapa pun dalam satu kelas dapat memainkan mafia game ini.
Prosedur Mafia Game
Berikut adalah langkah – langkah menerapkan mafia game dalam
pembelajaran speaking di kelas. Sebelum game dimulai, guru menyuruh semua siswa
memejamkan mata. Kemudian guru membagikan kertas bertuliskan peran masing –
masing siswa dalam game ini. Pastikan siswa satu dan yang lain tidak saling
tahu apa peran temannya. Kemudian guru menjelaskan apa tugas tiap – tiap
pemeran dalam game ini. Pertama, dua
siswa sebagai mafia bertugas memilih siapa penduduk desa yang akan dibunuh.
Kedua, seorang siswa sebagai polisi yang bertugas menginterogasi siapa yang
membunuh. Ia boleh menuduh siapa saja dari penduduk desa sebagai pembunuh.
Ketiga, seorang siswa sebagai dokter yang bertugas menolong penduduk yang akan
dibunuh. Penduduk yang akan dibunuh oleh
mafia tapi ditolong dokter akhirnya tidak jadi mati. Selanjutnya semua siswa
lainnya sebagai penduduk desa.
Selanjutnya masuk ke
kegiatan inti. Dalam kegiatan inti ada tiga peristiwa penting yaitu tahap
perencanaan, malam eksekusi, dan penduduk desa marah. Pada tahap perencanaan, guru
sebagai narrator menyuruh semua siswa pura-pura tidur. Kemudian menyuruh dua
mafia bangun dan menentukan siapa yang akan di bunuh di malam pertama itu. Setelah
itu guru menyuruh kedua mafia itu tidur lagi. Selanjutnya, guru meminta dokter
untuk bangun dan memilih siapa yang akan diselamatkan. Setelah itu dokter tidur
lagi. Bila pilihan mafia dan dokter sama maka penduduk tadi selamat.
Tahap berikutnya adalah
cerita malam eksekusi. Di tahap ini guru sebagai narrator bercerita dalam bahasa
Inggris, contohnya sebagai berikut:
“This
night was dark. The electricity in
Sudirman street until Gajah Mada street was black out. Sulastri passed
the street after drawing her money in BCA ATM. When she was passing the street
near Gajah Mada Hotel, suddenly there was two men who were riding motorcycle
robbed her bag containing money one hundred million rupiahs. Sulastri tried to
defend her bag but the man kill Sulastri with a knife. Sulastri was dead and
the robbers took her bag away. The morning had come, all villagers woke up.“
Yang
terjemahan bebasnya sebagai berikut:
“ Malam itu sangat
gelap. Listrik di kawasan Jl. Jendral Sudirman sampai Jl Gajah Mada padam.
Sulastri (Nama siswa yang dipilih mafia untuk dibunuh) melintasi jalan itu sehabis mengambil uang di
ATM BCA. Ketika dia sedang melintasi jalan dekat Hotel Gajah Mada, tiba-tiba ada dua
orang mengendarai sepeda motor menjambret tasnya yang berisikan uang seratus
juta rupiah. Sulastri berusaha mempertahankan tasnya tapi lelaki itu membunuhnya
dengan pisau. Sulastri tewas dan perampok membawa kabur tasnya. Pagi
telah tiba, penduduk desa bangun.”
Kemudian semua siswa
bangun. Guru menyuruh Sulastri keluar dari permainan karena dia sudah mati. Dia
duduk di belakang dan mengamati permainan. Lalu guru berkata, “pagi ini
Sulastri tewas di tangan mafia. Kita harus menemukan siapa mafia itu. Menurut
kalian siapa mafia itu?”
Anggono (Mafia)
berkata, “menurut saya yang membunuh sulastri adalah Suprapto, karena kemarin
saya tahu dia dipanggil TU karena masih menunggak SPP selama lima bulan.
Barangkali dia merampok Sulastri untuk melunasi SPPnya.
Suprapto menjawab, saya
bukan pembunuh. Saya memang menunggak SPP lima bulan tapi untuk membayar itu
orang tuaku akan menjual kambingnya. Saya malah curiga dengan Siska, karena dia
cemburu dengan Sulastri yang dekat dengan Satrio pacar Siska. Siska menyuruh
pembunuh bayaran untuk menghabisi Sulastri dengan berpura pura sebagai
perampok. Saya tahu pisau yang digunakan membunuh itu adalah pisaunya siska.
Aku pernah melihat pisau itu di dalam tasnya siska.
Siska kemudian
berargumentasi, “tak mungkin aku menjadi otak pembunuhan itu. Sulastri teman
dekatku. Pisau bias saja sama.”
Polisi berkata, “Justru
kebanyakan kriminal dilakukan oleh orang terdekat.”
Selanjutnya guru
sebagai narrator membuat voting. Siapa yang sependapat pembunuhnya adalah siska
atau Suprapto. Bila kebanyakan warga menuduh Siska maka Siska dinyatakan
bersalah dan di bawa ke penjara. Siska keluar dari permainan.
Selanjutnya guru
menyuruh siswa tidur lagi dan masuk malam kedua. Langkahnya sama dengan malam
pertama. Permainan ini terus berlanjut sampai penduduk desa habis atau mafianya
masuk penjara. Yang perlu di catat guru harus berusaha setiap penjelasan dan
apa pun yang disampaikan oleh guru maupun siswa harus semaksimal mungkin dengan
bahasa Inggris. Bila ada ungkapan yang sulit, guru dapat membantu
menerjemahkannya.
Setelah
permainan selesai guru mendiskusikan game tadi dengan siswa dengan memfokuskan
pada ajaran moral atau karakter yang dibangun dalam game tadi. Guru juga perlu
membahas pesan moral dalam game tadi, misalnya orang yang dituduh bersalah dan
dipenjara ternyata belum tentu bersalah dan betapa sulitnya mengungkap mafia
pembunuhan. Apa yang ada di berita media massa bisa jadi hal itu merupakan
pembohongan public. Hidup adalah panggung sandiwara dan yang tampak di panggung
adalah para pemain, sedang sutradara dan yang membuat skenarionya ada di
belakang layar. Itulah sebabnya otak intelektual suatu tindak kriminal sering
kali tak tertangkap karena yang ditonton oleh orang umum adalah para pemain di
panggung. Yang ditangkap dan yang dipenjara adalah para pemain yang sebenarnya
hanya berbuat sesuai pesanan sang sutradara.
Referensi
Cahyono,
B. Y. And Widiati, U 2011. The Teaching
of English as a Foreign Language.
Lado R 1963. Linguistics Across Cultures. The University of Michigan Press: Ann
Arbor
Marsudiono, S.Pd
NIP 19740821 200701 1 008
Guru Bahasa Inggris SMAN 1 Sambit,
Ponorogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar