Senin, 24 Oktober 2011

DESENTRALISASI KURIKULUM


DESENTRALISASI KURIKULUM,
ALTERNATIF MENUJU PENDIDIKAN PROGRESIF
Oleh: Marsudiono

            Sistem pendidikan yang selama ini berjalan  masih meninggalkan berbagai persoalan yang belum bisa terjawab. Banyak pengangguran intelektual, sarjana tidak siap kerja, llusan SLTA yang tidak punya skill yang memadai adalah sebagian dari sisa persoalan yang masih ada. Tentu rendahnya mutu lulusan suatu sekolah dipengaruhi banyak factor. Salah satu factor yang penting adalah system pendidikan dan kurikulum. Artikel ini bermaksud menawarkan solusi alternatif untuk mengatasi rendahnya mutu lulusan sekolah.
            Sejalan dengan otonomi daerah, perlu kiranya kita menggagas pelaksanaan desentralisasi kurikulum. Selama ini kurikulum selalu ditentkan oleh pusat. Padahal kita tahu bahwa tiap daerah mempunyai kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berbeda. Untuk mengoptimalkan pengelolaan  sumber daya alam di daerah  sekaligus guna menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, pelaksanaan desentralisasi  kurikulum mungkin bisa jadi solusinya.
            Kurikulum yang bersifat nasional punya beberapa titik kelemahan. Logikanya, mungkinkah siswa di daerah pelosok pedesaan terpencil yang kesehariannya bergulat dengan kehidupan agraris diberi materi yang sama dengan siswa sekolah di kota besar yang kesehariannya dihiasi dengan belajar di Lembaga Bimbingan Belajar atau dibimbing oleh guru privat. Ironisnya lagi kemudian mereka disuruh berkompetisi secara nasional untuk mengerjakan soal Ujian Akhir Nasional (UAN) dan ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Batru (SPMB). Bahkan yang lebih urgensi dewasa ini banyak daerah yang tidak mampu mengolah dan mengembangkan potensi daerahnya. Desentralisasi kurikulum mungkin bisa diarahkan untuk studi pengembangan sumber daya alam di daerah.
            Untuk mewujudkan desentralisasi kurikulum ini, ada beberapa hal yang perlu di modifikasi dari system yang ada saat ini. Pertama, harus diingat bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan intelektual dan psykologi. Kedua, sekolah merupakan tempat diselenggarakannya sebagian proses pendidikan. Ketiga, tugas guru adalah membantu siswa menjadi manusia. Janganlah justru sekolah mencetak monster intelektual dan cendekiawan psikopat. Membaca, menulis, matematika, kimia, fisika, semuanya penting hanya jika membuat siswa menjadi lebih manusiawi. Guru hendaknya jangan  menjadi pawing untuk menjinakkan siswa. Biarkan  siswa tumbuh alami selayaknya manusia dan bukan sebagai robot yang hidupnya terprogram oleh penguasa. Beri siswa kebebasan berkreatifitas dan berfikir kritis. Tak perlu dikekang dan ditakut-takuti. Kondisi yang kondusif untuk proses ini dicapai hanya dengan system pendidikan progresif.
            Pendidikan progresif adalah suatu filsafat pendidikan yang menekankan pada demokrasi, pentingnya kreatifitas yang bermanfaat, aktivitas yang bermakna, kebutuhan riil siswa, dan hubungan antara sekolah dan masyarakat. Hal ini bisa dicapai bila materi pelajaran yang diajarkan kepada siswa sesuai dengan keadaan riil di daerah. Untuk bisa memberikan materi yang sesuai  dengan kebutuhan siswa dan daerah, guru perlu diberi kebebasan dan kewenangan menentukan materi  pelajaran. Need analysis inilah yang harus dilakukan pertama kali oleh guru sebelum menentukan materi pelajaran. Bila ini tercapai niscaya siswa dapat lebih mudah menyerap ilmu  dari guru  karena ia dapat mengaplikasikan nya  dalam kehdupan sehari-hari di daerah sehingga suasana proses belajar mengajar akan berlangsung  menyenangkan.
            Fakta di lapangan membuktikan bahwa banyak  guru yang lebih mementingkan menyelesaikan materi  yang ada dikurikulum  pesanan pemerintah pusat daripada penguasaan materi oleh siswa. Ada kemungkinan guru terkoptase pada prinsip asal materi selesai maka usailah kewajibannya. Sehingga guru mengajar hanya berorientasi menggugurkan kewajiban tanpa tahu bagaimana penguasaan materi oleh siswa. Prinsip ini bisa dieliminir dengan pemberian dosis materi yang sesuai dengan daya piker dan kemampuan pengetahuan siswa. Dalam arti materi bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi siswa.
            Gurulah yang paling banyak tahu apa kebutuhan siswa karena ia berinteraksi langsung dengan siswa.dengan need analysis guru tahu matery apa yang menarik bagi siswa.Ketertarikan siswa pada materi sangat urgen dalam proses pembelajaran.
            Peter Kline berpendapat bahwa belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenagkan. Disamping itu bila materi dkembangkan berdasar potensi daerah, siswa akan punya peluang untuk mempraktekkan dan mengembangkannya.Untuk mempelajari sesuatu, praktikkanlah, begitulah saran Roger C.Schank.
            Menurut Myra Pollack Sadker dan David Miller Sadker dalam bukunya Teacher Make the Difference mengatakan bahwa pendidikan bukanlah  persiapan untuk hidup tapi merupakan hidup itu sendiri. Belajar adalah pengenalan terhadap pengalaman, dan ketertarikan adalah dasar belajar.
            Tujuan ini tercapai bila guru betul-betul professional. Dengan kata lain , minimal seorang guru harus mampu menyediakan hand out yang ditulisnya sendiri untuk siswanya dari hasil need analysis. Guru yang efektif haruslah fair, menarik, menyenagkan, cerdas, baik hati, berwibawa, dan menjadi pendengar dan pembicara yang baik.
            Herbert Spencer mengatakan bahwa tujuan utama pendidkan bukanlah pengetahuan tapi tindakan. Ini berarti bahwa sekolah tidak hanya berorientasi mengembangkan ranah koginitif saja, tapi juga psychomotor dan affective.
            Bahkan dua hal ini yakni Psychomotor dan affective harus mendapat perhatian khusus.Dilain pihak, di sekolah seringkali    pelajaran terlalu teoritis dan test evaluasi pun bersifat hafalan dan bukan  berfikir. Lebih tragisnya lagi tujuan mayoritas siswa sekolah adalah memperoleh nilai yang tinggi  dengan cara apapun agar dapat naik kelas atau lulus dan bukannya mengembangkan skill dan pengetahuan.
Masih berkenaan dengan hal di atas, John Dewey, tokoh filsafat terkenal abad 20 mengatakan bahwa ilmu yang berguna hanya ilmu yang dapat digunakan. Ia menegaskan bahwa sia-sia belaka menyuruh siswa menghafal fakta yang tak ada gunanya dan merka cenderung cepat melupakannya. Melainkan sekolah harus mengejar proses berfikir dan keahlian yang berpengaruh dalam kehidupan dan kerja.
Semua keadaan ini akan tercapai jika pengembangan kurikulum disrahkan ke daerah. Sedangkan point-pont utamanya bolehlah untuk sementara waktu pemerintah  pusat yang menentukan tapi harus disertai pemberian kelonggaran kewenagan pengembangan olen pendidik di daerah.
            Beberapa profit  diperoleh  dengan pelaksanaan desentralisasi kurikulum dan pendidikan progresif. Pertama, desentralisasi kurikulum memungkinkan pemberdayaan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang sinkron dengan kondisi daerah sehingga diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kedua, desentralisasi kurikulum memungkinkan siswa belajar lebih efektif karena setelah memperoleh teori disekolah mereka dapat menerapkannya di daerah.
            Yang terakhir, desentralisasi kurikulum memungkinkan daerah berkembang lebih cepat karena sumber daya manusia daerah tersebut tidak lari ke daerah lain.
            Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa system pendidikan nasional yang selama ini berjalan belum mampu sepenyhnya mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu pemerintah perlu  mengkaji ulang dan bahkan bila perlu memformat ulang kebijakannya. Semua kebijakan di bidang pendidikan seharusnya berafiliasi pada peningkatan kualitas pendidikan dan bukannya memenuhi pesanan kelompok politik tertentu.Untuk itulah system pendidikan progresif perlu menjadi wacana untuk dikritisi oleh para pendidik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar